Selasa, 22 Mei 2018

MENGENAL STUNTING PADA ANAK


Halo sahabat “share”, terimakasih sebelumnya sudah mampir di blog saya. Semoga informasi kali ini bermanfaat buat kita semua.
Pada kesempatan ini, saya akan sedikit berbicara mengenai permasalahan stunting pada anak yang terjadi di Indonesia.
Sebelumnya, sudah tahu belum Apa itu stunting?
Bagi sebagian masyarakat masih asing dengan istilah stunting. Padahal kasus ini merupakan salah satu kasus yang membutuhkan keprihatinan serius oleh kita semua. Indonesia sendiri menjadi salah satu negara dengan jumlah keseluruhan kasus stunting kelima terbesar di dunia menurut data yang dikeluarkan oleh WHO (World Health Organization). Lalu apa itu stunting sesungguhnya ?


(Sumber: Bank Dunia, 2017)
 
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Dalam kasus ini, kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak berusia 2 tahun. Secara umum kasus stunting atau balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan.

Bagaimana dengan kondisi stunting di Indonesia ?
Di Indonesia, stunting disebut kerdil, artinya ada gangguan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak pada anak. Anak stunting dapat terjadi dalam 1000 hari pertama kelahiran (HPK) dan dipengaruhi banyak faktor, di antaranya sosial ekonomi, asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, kekurangan mikronutrien, dan lingkungan.
Berdasarkan publikasi terbaru WHO (2018) berjudul Reducing Stunting in Children menyebutkan secara global pada 2016, sebanyak 22,9% atau 154,8 juta anak-anak Balita stunting.
Di Asia, terdapat sebanyak 87 juta Balita stunting pada 2016, 59 juta di Afrika, serta 6 juta di Amerika Latin dan Karibia, Afrika Barat (31,4%), Afrika Tengah (32.5%), Afrika Timur (36.7%), Asia Selatan (34.1%).
Indonesia meduduki negara dengan kasus stunting terbesar ke-5 (lima) di dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas tahun  2013 menyatakan bahwa 37% atau kurang lebih 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting. Dan sejak tujuh tahun yang lalu, data tersebut tidak banyak mengalami perubahan yang signifikan.Tentu saja hal ini menjadi keprihatian serius bagi pemerintah sebab stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktifitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan.
Stunting di seluruh wilayah dan lintas kelompok pendapatan

Sumber : Publikasi Bank Dunia, 2017

Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) membatasi masalah stunting di setiap negara, provinsi, dan kabupaten sebesar 20%, sementara Indonesia baru mencapai 29,6%. Berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG) pada 2017, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2 provinsi yang berada di bawah batasan WHO tersebut, yakni Yogyakarta (19,8%) dan Bali (19,1%). Provinsi lainnya memiliki kasus dominan tinggi dan sangat tinggi sekitar 30% hingga 40%.

Mengapa stunting bisa terjadi? Apa penyebabnya?
Secara umum, stunting terjadi akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Dalam kasus stunting atau balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita.
Selain itu stunting juga disebabkan oleh faktor multidimensi yaitu bukan hanya masalah gizi saja, melainkan beberapa faktor lain diantaranya : 
  1. Praktik pengasuhan yang kurang baik, dalam hal ini kurangnya pengetahuan orang tua (ibu) mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah melahirkan. Selain itu kurangnya ASI eksklusif bagi bayi sampai umur 6 bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI) yang  terbatas dalam jumlah, kualitas dan variasi.
  2. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care, Post Natal Care, dan Pembelajaran dini yang berkualitas.
  3. Kurangnya akses ke makanan bergizi, dalam hal ini faktor ekonomi menjadi salah satu faktor karena melihat harga makanan yang bergizi tinggi masih tergolong mahal sehingga bagi masyarakat yang dibawah garis kemiskinan, memiliki kendala dalam memenuhi makanan dengan kualitas gizi baik.
  4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi juga menjadi penyebab terjadinya stunting.

Apa yang terjadi pada anak yang mengalami masalah stunting?
Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal (menurunya perkembangan kognitif). selain itu juga dapat menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit, dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.
Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu prioritas nasional guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu menciptakan manusia Indonesia yang tinggi, sehat, cerdas, dan berkualitas.

Bagaimana kita mencegah stunting ?
Stunting bisa dicegah dengan :
  • Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan terpantau kesehatannya.
  •  ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
  • Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
  • Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.
Seperti halnya pada tema besar Hari Gizi Nasional tahun 2018 adalah ''Mewujudkan Kemandirian Keluarga dalam 1000 HPK untuk Pencegahan Stunting'', dengan slogannya adalah adalah “Bersama Keluarga Kita Jaga 1000 HPK”.  Dengan begitu upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK.
Selain itu untuk mencegah stunting, negara hadir untuk masyarakat dalam menurunkan stunting. Dalam hal ini upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah melakukan intervensi gizi spesifik meliputi suplementasi gizi makro dan mikro (pemberian tablet tambah darah, Vitamin A, taburia), pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI, fortifikasi, kampanye gizi seimbang, pelaksanaan kelas ibu hamil, pemberian obat Cacing, penanganan kekurangan gizi, dan JKN. 
 
Ayo, cegah stunting mulai sekarang dengan meningkatkan cakupan kegiatan pencegahan stunting, meningkatkan gizi pada wanita usia reproduksi, mendukung praktek pemberian ASI optimal dan memberikan strategi berbasis masyarakat untuk mencegah infeksi terkait penyebab stunting.



Kritik dan saran sangat berguna bagi penulis untuk lebih baik lagi.
Sekian dan Terimakasih,

Sumber :
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.(2017). 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta Pusat: www.tnp2k.go.id. Cetakan Pertama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar